Home Hukum dan Kriminal Akhmad Bumi: Kami Hormati Putusan Hakim, Putusan Itu Memberi Ruang Bebas Kepada Anak Untuk Menyediakan Diri

Akhmad Bumi: Kami Hormati Putusan Hakim, Putusan Itu Memberi Ruang Bebas Kepada Anak Untuk Menyediakan Diri

dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Tahun 2012, SPPA), ada istilah anak yang berhadapan dengan hukum.

121
0
SHARE
Akhmad Bumi: Kami Hormati Putusan Hakim, Putusan Itu Memberi Ruang Bebas Kepada Anak Untuk Menyediakan Diri

Keterangan Gambar : Terdakwa Fajar didampingi Tim Penasehat Hukumnya Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi, SH, Andi Alamsyah, SH dan Reno Nurjali Junaedy, SH.

UGDNEWS.COM - Kupang – Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widaya Dharma Lukman Sumaatmadja, SIK alias Fajar divonis hukuman 19 tahun penjara oleh Majelis Hakim. Denda Rp 5 miliar dengan subsider 1,5 tahun, membayar restitusi Rp300 juta lebih dengan subsider 1 tahun penjara. Terdakwa Fajar dinyatakan terbukti sah dan berjanji melakukan kekerasan seksual kepada anak. 

Pembacaan putusan dilakukan di Pengadilan Negeri Kupang, Selasa (21/10/2025).

Putusan dibacakan secara bergantian oleh Majelis Hakim. Dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim AA GD. Agung Parnata, SH, CN, dilanjutkan hakim Putu Dima, SH dan hakim Sisera Semida Naomi Nenoh Ayfeto, SH.

Sementara hadir tim JPU gabungan dari Kejaksaan Tinggi NTT dan Kejaksaan Negeri Kota Kupang, yang terdiri dari Arwin Adinata (Koordinator Kejati NTT), Sunoto, Putu Andy Sutadharma, dan Kadek Widiantari.

Terdakwa Fajar didampingi Tim Penasehat Hukumnya Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi, SH, Andi Alamsyah, SH dan Reno Nurjali Junaedy, SH.  

Diluar Pengadilan, dilakukan aksi demonstrasi oleh Solidaritas Anti Kekerasan pada Diskriminasi pada Kelompok Minoritas dan Rentan (Saksi Minor) dengan membakar larangan bekas.

Akhmad Bumi usai konferensi pers ini menyatakan menghormati keputusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada penjual Fajar.

“Kami menyambut keputusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, kami diberi waktu tujuh hari untuk berpikir-pikir apakah banding atau tidak”, jelas Akhmad Bumi.

Selain menghormati keputusan yang dijatuhkan Majelis Hakim, Akhmad Bumi menyatakan dengan keputusan itu, kini anak-anak boleh dengan bebas dan leluasa menawarkan diri, hukum memberi ruang untuk itu.

”Sekalipun anak-anak menawarkan diri, anak-anak tidak dianggap sebagai pelaku untuk dibina di Lapas anak sesuai UU Peradilan Pidana Anak, tapi dianggap sebagai korban yang harus dilindungi meskipun mereka menawarkan diri melalui aplikasi online”, jelasnya.

Ia menjelaskan dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Tahun 2012, SPPA), ada istilah anak yang berhadapan dengan hukum.

“Ada tiga kategori anak dalam konteks ini sebut Akhmad Bumi, anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana dan anak sebagai Saksi tindak pidana”, jelasnya.

Ketika anak itu bersentuhan dengan hukum, itu bisa berarti anak sebagai pelaku (tersangka/terdakwa), atau korban, atau Saksi.

Olehnya ada konteks pelatihan pada Lapas anak ketika anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang diduga melakukan tindak pidana.

Selanjutnya, mengapa ada Lembaga Pemasyarakatan Anak (Lapas Anak)? Lapas anak disediakan bukan untuk menghukum seperti orang dewasa, melainkan untuk mendidik dan membina anak.

Tujuannya mengubah perilaku anak, memberikan pendidikan formal dan keterampilan, serta menyiapkan reintegrasi sosial.

Lapas Anak itu sebetulnya bentuk terakhir (red, ultimum remedium), setelah semua alternatif seperti diversi (penyelesaian di luar pengadilan) tidak bisa dilakukan.

Apakah termasuk hukum, apa anak bisa disebut tindak pidana pidana? 

Dalam kasus kejahatan Fajar ini, seolah-olah istilah anak sebagai tindak pidana dianggap pidana begitu masalah, padahal ada disebut dalam UU Peradilan Pidana Anak.

”Kalau Fajar tertarik seksual dengan anak, bisa diduga mengidap pedofilia, atau orang yang cacat jiwa. Kalau anak yang belum cukup umur, atau belum sampai puber tapi tertarik dengan seksual atau tertarik seksual dengan orang dewasa, itu disebut apa?”, tanya Akhmad Bumi.

Ada anak yang menawarkan pada orang dewasa, atau anak dengan anak, atau antar anak sesama jenis. Jika itu ada, apa yang disebut pelaku yang sedang bersentuhan dengan hukum? tanya Akhmad Bumi.

Di kota Kupang sebut Akhmad Bumi dengan mengutip pernyataan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Kota Kupang, Jems Bore disalah satu Podcast menyebutkan ada 2.539 orang terinfeksi HIV. Januari sampai September 2025 ada 169 kasus baru. 30% di antaranya homoseksual (sesama jenis). 8 SMP dikota Kupang terpapar prostitusi online.

”Kalau anak menawarkan diri melalui aplikasi online, kemudian hukum memberi ruang itu kepada anak-anak tanpa pelatihan, ini sama dengan kita memberi ruang sebebas-bebasnya kepada anak untuk berada diruang gelap”, tandasnya.

Bagaimana kalau anak dengan anak? Sama-sama belum cukup umur, belum memiliki tanggung jawab, dan belum siap secara mental tapi telah berada diruang gelap itu. Apa mereka dianggap pelaku atau korban jika melakukan hubungan seksual?, tanya Akhmad Bumi.

(Red)

Iklan Detail Video

iklanhomebawah